Percakapan antara dia dengan dirinya; mencoba berusaha mencari sebuah kebenaran yang tertutupi selama ini. Kapal sudah mulai goyah–tidak lagi dirinya menjadi mudah percaya dengan orang. Dirinya tidak ceria lagi seperti yang orang kenal, dahulu.
“Mengapa kamu ingin menjadi orang yang tertutup?”
“Mengapa tidak?”
“Jangan melakukan hal bodoh.”
“Aku tidak melakukan hal bodoh. Aku sedikit lelah saja menjadi orang yang selalu terbuka dan ceria.”
“Mengapa kamu lelah? Banyak orang di luar sana mendambakan menjadi sepertimu. Ceria dan selalu bahagia.”
“Bahagia? Aku hanya ceria, tidak pun sama sekali mendekati bahagia.”
“Tetapi, aku melihatmu bahagia.”
“Melihatku? Pernah kah kamu menanyakan kabarku?”
“Ehm, ya. Aku tidak pernah melakukan hal itu.”
“Apa yang kamu lihat itu belum tentu mencerminkan yang sedang ku rasakan.”
“Iya, tetapi mengapa kamu ingin melelahkan diri dengan menjadi pendiam? Itu bukan kamu. Aku mengenalmu.”
“Aku mencoba untuk tidak lelah dengan yang satu ini.”
“Ayolah, kamu bisa gila nanti.”
“Bukankah, sudah banyak orang mengira aku gila? Sedikit menjadikan ‘hal gila’ itu terjadi tidak apa-apa kan?”
“Kamu bebal.”
“Haha, aku sudah tahu kamu akan berkata seperti itu.”
“Sudahlah, lupakan ide gila itu.”
“Tidak. Aku sudah mengerti apa yang orang bicarakan mengenaiku di luar sana.”
“Misalnya?”
“Tidak perlu ku menjelaskannya. Aku tahu kamu pun sudah mendengar hal-hal itu.”
“Iya, lalu? Ah aku tahu sekarang mengapa kamu bersikukuh.”
“Yap.”
“Sudahlah. Mengapa sekarang kamu mulai peduli setelah selama ini kamu hanya menganggap itu angin lalu.”
“People changes. If you know what I mean.”
“But, please just be yourself.”
“Be myself? Selama ini aku menjadi diri sendiri dan mereka bahkan kamu membicarakanku di belakang sana.”
“Aku?”
“Ya, kamu. Jangan pura-pura bodoh. Aku sudah tahu.”
“….”
“Aku merasa lucu, orang masih saja melihat masa lalu yang sudah-sudah. Sekarang 2017 dan mereka masih membicarakan diriku di tahun 2012? Memang benar, satu kesalahan tidak sanggup ditutupi dengan seribu kebaikan.”
“Hey… Jangan berkata seperti itu.”
“Tidak apa-apa, hal yang wajar bila seseorang membicarakan seseorang lainnya.”
“Kamu berubah.”
“Aku tidak berubah. Aku hanya menjadi lebih menyebalkan. Semoga kamu menyukai aku yang baru ini.”
“Sama sekali tidak.”
“Hey, bukankah kita teman? Atau sebenarnya kamu berteman denganku karena kasihan?”
“Kamu mulai ngelantur lagi.”
“Tidak, kamu lihat sendiri kan aku sadar. Ayolah, jawab saja pertanyaanku itu.”
“Aku tidak seperti itu. Kamu kan mengenalku.”
“Iya aku mengenalmu. Setidaknya, aku tidak pernah membicarakan keburukanmu dengan orang lain.”
“Aku tidak seperti itu, hey.”
“Sungguh? Buktikan.”
Dan mereka-pun terus dan terus saja saling beradu pendapat. Ingin menjadi yang paling benar. Sudah jelas, keduanya memiliki kesalahan. Apakah itu? Dapatkah kalian membantuku menemukannya? 😉
Photo by Sasha Freemind on Unsplash.