Hai, cukup serukan “Devi” maka aku akan menyambutmu dengan senyum. Berdarah Ambon-Batak, lahir di Gresik dan begitu menikmati masa muda di Surabaya. Aktif mengunyah, tetapi tidak tahu cara memasak. Penggila sejarah, yang mencintai deru ombak. Pemuja puisi yang juga tukang intip dari belakang kamera. Penikmat senja sekaligus penggelut tulang-belulang. Hujan dan musik rakyat adalah penghiburku. Pemegang gelar Antropologi; yang diam-diam mengerjakan hal yang di cintai semasa kecil━Arkeologi. Telah berkelana selama enam tahun di negeri sendiri, Indonesia. Kerap bercerita mengenai perjalanan yang tiada duanya. Ada kalanya merepotkan orang, untuk sekedar bermalam, berbincang tentang perubahan, atau mengecap segelas es teh manis. Sekali waktu ingat bahwa hidup harus mengurangi penggunaan plastik dan gemar sekali melakukan hal yang mencerminkan salah satu butir di Pembukaan UUD 1945 yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Saat ini, sedang merantau nan jauh di Benua Biru–sekitar 11.000 kilometer. Mencoba untuk tetap aktif menulis keseharian saat merantau [tetapi apa daya] kesibukan yang dijalani tidak dapat dibendung. Aku hanya bisa berkata: “Mohon bersabar!”
Selamat mencicipi manisnya kata-kata!
Kecup dan Peluk, Devi Nasution ♥
