
2017 | Angin berhembus sepoi; serasa bergumam menyapa manis, “Hai gadis,apa kabarmu?”
Ombak kecil beriringin melaju, menghapus jejak kaki yang ku tinggalkan di pasir putih. Gelombangnya terus dan terus saja, mendayu perahu kecil yang terikat erat. Aku tidak sedang menikmati laut. Bukan pula pantai, yang kupandangi sedari tadi adalah danau; Toba namanya.
Tiba di pulau ini bukan perkara yang mudah, bagiku–yang lahir dan tumbuh di tanah “perantauan”. Tiba di pulau ini, melenyapkan ingatan ku akan gemerlap kota; dan kesesakannya. Tiba di pulau ini, membuat ku menantikan suara samar gelak tawa—nyanyian penuh gelora oleh pelanggan lapo tuak. Tiba di pulau ini, menghipnotisku untuk terus menari dengan iringan gondang dan lantunan sarune yang menyejukkan batin. O, Tano Batak…..
Hai kamu,
Bersyukurlah kamu; yang terlahir di tanah surga ini. Berterimakasihlah kamu; yang telah dimanjakan oleh alam di pulau ini; dan berbanggalah kamu; yang jauh-jauh pergi meninggalkan orang tua dan mengecap makna dari kata “merantau,” untuk satu tujuan.
Simanindo, Sumatera Utara.
Juni 2017.