Dari tiap-tiap orang yang aku temui, aku belajar. Darimu juga, aku belajar banyak hal, termasuk untuk menjadi lebih kuat menghadapi keadaan, menerima kenyataan, tetapi aku tidak pernah terlalu kuat untuk menahan air mata tidak menetes di saat memandangmu pergi.
(z.h)
Menyesal, adalah satu kata yang tepat menggambarkan diriku.
Sesal datang seraya menertawakan hidupku.
Maaf pun sudah tidak cukup,
mengembalikan kekacauan yang telah terjadi.
Isak tangis sudah tidak sanggup,
memperbaiki keadaan.
Aku berutang maaf kepadamu.
Membaca pesan yang tidak singkat darimu,
meluluhlantakkan hatiku.
Aku terdiam,
tanganku bergetar.
Air mataku jatuh tidak beraturan.
Mulutku lirih mengatakan “Maafkan aku yang terus membuatmu kecewa.”
Tetapi, kekuatanku hanya sebanyak mengirimkan stiker–
Bac-bac yang bersedih;
yang memegangi lututnya di ujung ruang,
sembari memaki diri,
“Bodohnya dirimu, Dep.”
“Selamat, Dep; kembali kamu menyia-nyiakan seseorang yang baik untukmu.”