Pada tahun 2016, aku merencanakan untuk berpergian menuju Lampung. Satu pintaku, ingin melihat gajah-gajah yang berada di Way Kambas. Pada tahun 2018, mimpi itu terealisasi– aku siap menuju Lampung. Pagi buta, saat matahari mengintip pun belum; aku sudah duduk manis dengan mata masih mengantuk di Bandara Juanda. Langit masih gelap, dengung suara pesawat mulai meramaikan landasan, riuhnya ruang tunggu membuatku terjaga, dan sesekali aku terkejut mendengar pengumuman menyebut maskapai penerbangan yang akan ku tumpangi. Lepas landas dari Surabaya menuju Jakarta untuk sekadar singgah. Aku menyantap roti dan lagi-lagi ruang tunggu menjadi tempatku menghabiskan waktu. Lima puluh menit kemudian, aku tiba di Bandara Radin Inten II. Bersiap dengan petualangan yang akan dihadapi.
Cerita dibalik tercapainya mimpi ini berkat Monika Lingga. Aku mengenal dia dari salah satu platform social media bernama Twitter. Monika adalah salah satu Pengajar Cerdas Tulang Bawang Barat (Tubaba). Monika tidak jarang membagikan keseruannya selama mengajar di SDN Terang Mulya, Kec. Gunung Terang, Kab. Tulang Bawang Barat, Lampung dalam cuitan. Salah satu hal yang dia lakukan untuk adik-adik di Terang Mulya adalah “Sahabat Pena,” kembali seperti jaman dahulu dimana teknologi belum bersinar– mencari sahabat melalui berkirim surat. Aku pun dengan semangat ikut bergabung. Berawal dari berkirim surat, berakhir dengan berkunjung ke Terang Mulya 🙂
Hal pertama yang kulakukan setelah tiba di Lampung adalah mengabari Monika. Ada yang membuatku bertanya-tanya saat aku membaca pesan dari Monika “Kakak, nanti jalan ke depan bandara langsung aja cari bus menuju Simpang Randu,” dengan segera aku menjawab “Okay, siap!” Pertanyaan yang muncul dalam benakku adalah harus jalan sejauh apa untuk mencapai jalan raya dan mendapati bus. Aku membayangkan Bandara Juanda sebesar itu dan jalan rayanya lumayan jauh juga, dalam hatiku bergumam “Bisa gempor juga kaki ini kalau jalan kaki.” Aku terus memikirkan cara sambil menunggu bagasi. Tiba saatnya aku berada di fase “bodo amat” dan mulai bertanya kepada bapak-bapak separuh baya karyawan bandara.
Pernyataan si bapak makin membuatku bingung, “Busnya itu ada di seberang jalan mbak, yang ke arah Palembang. Jadi nanti dari depan bandara mbak menyebrang aja,” selesai menjelaskan segera aku mengucapkan “Terima kasih, pak,”. Aku, berjalan menuju pintu keluar sambil merenungkan dalam hati “Bapaknya sepele banget ya bilang aku harus menyeberang jalan di depan bandara,” aku bertanya-tanya. Dan segala pertanyaan dan kebingunganku terjawab! Ya Tuhan, Bandara Radin Inten II ini beneran depannya langsung jalan raya besar! Sambil menepuk jidat dan tertawa kecil dalam hati :DHAHAHAHA. Akhirnya, aku pun mengikuti saran si Bapak, menyeberang jalan.
Menuju Simpang Randu sama halnya menuju Palembang; Jalan Lintas Sumatera yang harus ditempuh. Macetnya jalan membuatku menghabiskan waktu 4,5 jam. Tarif bus menuju Simpang Randu adalah Rp 30.000,- berbanding terbalik bila menggunakan travel; biaya yang harus dikeluarkan adalah Rp 100.000,- Selama perjalanan, ada empat kali aku terus mengatakan kepada kernet “Pak, saya turun Simpang Randu ya,” Aku menyadari si bapak mulai bosan mendengarku mengoceh, hehe. Aku mulai bosan, tidak jarang aku memainkan ponsel atau mulai membaca buku. Pesan singkat pun datang dari Monika: “Kak, kalau sudah sampai di Menggala kabarin ya,” Firasatku, Simpang Randu sudah dekat; satu jam dari Menggala aku turun di tempat tujuan. Petualangan ini belum berakhir!
Aku menunggu Monika datang menjemputku; aku sedikit gugup– tidak sabar bertemu dengan adik-adik di Terang Mulya. Saat bertemu dengan Monika, aku senang. Akhirnya, setelah beberapa bulan hanya berinteraksi di dunia maya kami bisa bertatap muka. Aku diboncengnya dengan sepeda motor dinasnya. Jalan tidak terlalu mulus, aspal ada tapi tidak selamanya; sisanya jalan berpasir, berbatu, dan berumput. Saat mengetahui medan yang ditempuh Monika setiap hari, aku berucap sambil menepuk pundaknya “Gimana nggak jatuh terus ya kamu Mon :’) Kamu hebat,” lalu kita tertawa bersama, HAHAHA. Sepuluh jam awal, hari pertama di Lampung!
*Saat diperjalanan, aku tidak banyak mengambil momen.
Selain menikmati angin dan pepohonan, mengelus pantat yang mulai nyeri,
tidur adalah salah satu hal yang kulakukan dalam bus!