
Pagi menjelang siang, sekitar pukul sembilan pagi. Aku sudah keluar rumah berkunjung ke Gedung Nasional Indonesia; bersama teman sepermainanku- Inggar. Tidak banyak orang mengetahui keberadaan Gedung Nasional Indonesia di Surabaya ini. Setiap aku menjelaskan dimana letaknya, beberapa orang akan merespon “Bukannya itu Gedung Bung Tomo?” Sebagian orang keliru mengira, bahwa gedung itu adalah Museum Bung Tomo. Faktanya Gedung Nasional Indonesia adalah Museum Dr. Soetomo 🙂 Mari menjelajahi jejak Dr. Soetomo!
Jangan mengaku Orang Surabaya bila tidak mengetahui siapa itu Dr. Soetomo; atau jangan-jangan hanya sebatas tahu itu adalah nama dari rumah sakit daerah? Aku jadi mengetahui banyak tentang beliau dengan mengunjungi Museum dr. Soetomo yang berada di Jalan Bubutan No. 85-87. Museum ini diresmikan oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini pada tanggal 29 November 2017. Pertama kali untuk dikunjungi adalah Gedung Museum dr. Soetomo, pada gedung ini terdapat cerita perjalanan mengenai beliau sedari lahir hingga penghujung hidupnya. Museum ini sudah dikemas se-modern mungkin; jadi jangan lagi beranggapan “museum itu kuno” dan alasan ini digunakan untuk malas mengunjungi.
Dr. Soetomo lahir dengan nama Soebroto yang lahir di Ngepeh, Nganjuk pada 30 Juli 1988. Soebroto adalah anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan R. Soewadji dan R.A. Soedarmi. Ia kemudian diasuh oleh pamannya, R. Ardjodipoero hingga usia sekolah dan ketika akan memasuki ELS (Europeesche Lagere School) Bangil namanya diganti menjadi Soetomo. Setelah menyelesaikan studi di ELS ia kemudian melanjutkan ke sekolah dokter bumiputra STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) di Batavia pada tahun 1903 dan lulus pada tahun 1911 (Sumber: Biografi Singkat Dr. Soetomo, Museum Dr. Soetomo).
Soetomo menjadi dokter bumiputra pertama yang dikirim ke Belanda bersama Mohammad Sjaf untuk menjalani studi lanjutan. Sepulangnya dari Belanda, selain membuka praktek di CBZ (Centrale Burgerlijke Ziekeninrichting) Surabaya pada sore hari, zaman itu CBZ juga dikenal sebagai Rumah Sakit Simpang Surabaya. Soetomo juga menjadi pengajar di NIAS (Nederlands-Indische Artsen School) yang sekarang kita kenal menjadi Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga. Pada lantai dua, terdapat replika suasana ruang prakteknya yang berada di CBZ dan juga replika suasana beranda rumah Dr. Soetomo yang berada di Jalan Simpang Dukuh. Perjalanan Dr. Soetomo dengan istrinya Everdina Broering juga terangkum indah di museum ini.
Saudaraku, pesanku kepada kamu dan kepada saudara-saudara yang lain yang akan kutinggalkan, bekerjalah seterusnya kamu wahai saudara guna kemajuan pergerakan kita. Ketahuilah olehmu, bahwa pergerakan kita harus berkembang baik, masih harus saudaraku yang tiada dapat datang kemari bekerjalah mereka tu lebih giat dan lebih kuat untuk memajukan pergerakan kita.
-Dr. Soetomo
Terdapat pendopo, tepat di sebelah kanan gedung museum. Pendopo ini juga diikutsertakan sebagai satu kesatuan dari perjalanan Dr. Soetomo menyuarakan semangat kemerdekaan. Dr. Soetomo juga dikenal sebagai pendiri Organisasi Budi Utomo bersama mahasiswa STOVIA, Goenawan Mangoenkoesoemo dan Soeraji pada tanggal 20 Mei 1908 yang digagas oleh dr. Wahidin Sudirohusodo. Dr. Soetomo mendirikan Panjebar Semangat untuk menyebarkan gagasan-gagasannya tentang kemerdekaan Indonesia. Perhatiannya ada dunia pendudukan dan kesejahteraan umum diwujudkan melalui koperasi dan pendirian Bank Bumiputera.
Dr. Soetomo meninggal pada 30 Mei 1938. Ia berpesan agar dimakamkan di pelataran Gedung Nasional Indonesia dan meninggalkan wasiat agar perusahaan N. V. Indonesia yang menerbitkan Soera Oemoem, Panjebar Semangat dan Tempo supaya dipelihara baik-baik dan dikembangkan. Percetakan Panjebar Semangat masih ada hingga sekarang, terdapat di belakang Gedung Nasional Indonesia. Saat mengunjungi museum, kita juga dapat ziarah ke makam Dr. Soetomo 🙂 Ayo ke museum! Jangan sesekali melupakan sejarah!
Perlihatkanlah hasil kerjamu, tidak usah banyak bicara.
Surabaya, Jawa Timur.
2019.