2017 | Pagi-pagi, kami sudah bangun–bersiap untuk perjalanan berikutnya. Aku cukup sedih bercampur dengan senang. Aku sedih akan meninggalkan air segar yang berasal dari pegunungan, tetapi aku senang karena akan berpetualang di Pulau Samosir! Sarapan pagi ku sedikit berat, sayur singkong dan sangsang (makanan khas batak) yang rasanya terasa lezat buatan Ompung Manullang. Selalu ada cerita manis disetiap perjalanan, kali ini aku sangat bersyukur bisa mengenal Keluarga Ompung Manullang. Aku sudah dianggap seperti cucu Ompung, ah senangnya! “Hati-hati dijalan ya boru, sering-sering berkabar.” Aku dan Kak Nia yang sudah di dalam travel, membuka jendela dan menjawab “Siap Ompung!” sembari melambaikan tangan tanda berpisah. Sebelum berangkat, Kak Nia sudah mengingatkan ku untuk minum obat anti mabuk–karena perjalanan ke Toba akan melewati jalan; yang orang sebut kelok seribu. Tidak beruntungnya, kami duduk di kursi paling belakang dimana goncangan lebih terasa. Ah, aku sudah bersiap. Intinya jangan sampai muntah, walau tas plastik selalu ku genggam 😱
Sebelum merasakan kelok seribu, kami akan melewati Batu Lubang atau Gua Belanda. Batu Lubang ini berada di Km 8, Kawasan Dusun Simaninggir, Desa Bonandolok, Kecamatan Sitahuis (sekitar 15 menit perjalanan dari Kota Sibolga). Mengapa dinamakan Batu Lubang? Konon katanya, saat zaman Kolonial Belanda untuk mempermudah dan mempersingkat perjalanan guna menghemat biaya, mereka menembus batu dinding gunung Bukit Barisan dan membentuk seperti Gua. Tiba saatnya mobil kami melewati, jujur aku terpana dan Kak Nia berkata “Ini dek, Gua nya. Nanti di depan ada lagi.” Aku semacam menelan ludah, karena akan menghadapi kelok seribu, dalam hati sebenarnya aku ingin menangis. Takut muntah 🤢 Terdapat dua Gua yang memiliki jarak 70 meter–saat melintasi terlihat air yang menetes di langit-langit terowongan. “Tin..tin..” klakson dibunyikan, katanya wajib–karena Gua hanya dapat dilalui satu kendaraan. Jangan tanyakan aku mengenai dokumentasi, aku sudah cukup sibuk membuat otak, jiwa, dan raga bersiap menghadapi kelok seribu. Kalian bisa mencari melalui Google mengenai Batu Lubang, kalau tidak puas selalu ada orang yang merekam di YouTube. Selesai, melewati Gua yang kedua, seakan menakuti Kak Nia berujar “Ini dia dek, selamat kamu telah melalui kelokan yang pertama. Coba dibuat tidur aja dek, kalau memang nggak kuat.”
Hahaha, apakah aku kuat? Oh tentu tidak! Pemandangannya indah sih, yaampun– tapi aku lebih sayang badanku. Jadi, aku memilih tidur supaya aku baik-baik saja. Terima kasih ya, kelok seribu. Kali ini aku cukup bertahan menghadapimu, walau pusing-pusing nggak jelas. Aku tidak muntah! YASH! 😏 Saat ku terbangun, setelah hampir empat setengah jam, akhirnya tiba di Tiga Raja. Nah, perjalanan berikutnya tentu Pulau Samosir! Untuk menuju Pulau Samosir, kami melalui Dermaga Tiga Raja, menaiki kapal, menyeberangi Danau Toba, dan sampai! Kali ini, personel bertambah! Siapa lagi kalau bukan, Yuni!! Kesayangan aku, yang ceriwisnya minta ampun! Semacam tidak sabar, karena sepertinya ini perjalanan tergila kami. Yuni naik travel dari Kisaran, kami berjumpa di Dermaga Tiga Raja.
Kami menaiki kapal penumpang umum, yang ditarik biaya per orang Rp 15.000,- Ada dua pilihan, turun di Tomok atau di Tuktuk. Jika kamu membawa kendaraan roda empat, satu-satunya yang harus dipilih adalah Kapal Ferry (bila melalui Dermaga Tiga Raja). Menuju Pulau Samosir dapat ditempuh dengan jalur darat melalui Tele ke Pangururan dan jalur angkutan air dengan Ferry melalui beberapa titik dermaga antara lain: Dermaga Ajibata, Tigaras, Haranggaol, Silalahi, Tongging, Bakara, Muara, Balige dan Porsea yang semuanya menuju daerah pulau Samosir. Waktu menyeberang sekitar 25-40 menit, selama di atas kapal– aku cukup menikmati matahari yang malu-malu dan angin sepoi. Beri komentar kalian, diantara kami bertiga pose siapakah yang paling manis? 🤣 Kami memilih untuk turun di Tuktuk, tepatnya di Hotel Carolina. Kami sudah memesan kamar di hotel ini, karena saat itu belum banyak hotel atau penginapan di Pulau Samosir yang berada di Traveloka, ketuk disini untuk mengetahui Hotel Carolina! Sesampai di hotel, kami beristirahat dan mengobrol ringan di restoran. Kami begitu beruntung! Malam itu kami disuguhkan penampilan Tari Tor-Tor dengan musik batak lengkap; aku melihat alat musik taganing, suling, dan hasapi! Malam itu, kami begitu senang tidak karuan. Menikmati Danau Toba di kejauhan, sembari menyaksikan Tari Tor-Tor dan menyeduh secangkir teh panas!