Berpanas-Panas di Desa Botohilitanö
Berpanas-Panas di Desa Botohilitanö

Berpanas-Panas di Desa Botohilitanö

2017 | Setelah kami menikmati pagi di beranda penginapan. Betapa beruntung, teman jalan-jalan kami adalah Kak Lilys Harefa dan Nike, adiknya. Mereka berdua adalah putri dari Om Beda Harefa, pemilik penginapan. Kabupaten Nias Selatan, adalah kabupaten terbesar di Pulau Nias. Kebudayaan di kabupaten ini begitu kental dan kalian bisa menjadikan destinasi ini dalam daftar liburanmu! Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Desa Botohilitanö yang menjadi tempat tinggal kakek-nenek Kak Liliys dan Nike. Rumah-rumah di desa ini bercampur antara rumah tradisional dan modern.

 

Keputusan yang tidak tepat mengelilingi desa ini di siang bolong; terik matahari begitu menyengat. Kaki terasa perih, karena kami hanya menggunakan sandal jepit– HAHA. Sebenarnya, di setiap pemukiman desa memiliki batu untuk melakukan lompat batu atau fahombo. Sayangnya, di Botohilitanö tradisi lompat batu tidak lagi dilakukan. Aku melihat bahwa tidak terlihat para muda-mudi berada di desa ini– kata Kak Lilys mereka banyak yang sudah merantau ke Gunungsitoli atau ke Sibolga. Masyarakat yang tinggal di desa ini berkisar usia 0-14 tahun dan lanjut usia. Kami sempat mampir ke rumah Kakek-Nenek Kak Lilys dan Nike; bercengkrama sambil bercanda ria. Kakek dan Nenek tidak terlalu banyak berbicara, karena mereka tidak fasih berbahasa Indonesia; dan jika aku bertanya Kak Lilys akan sigap mengartikan dengan menggunakan Bahasa Nias.

Berdasarkan penjelasan di Halaman Museum Pusaka Nias, banyak peneliti setuju dan yakin bahwa rumah-rumah tradisional Nias (Omo Hada) adalah termasuk contoh terbaik dari arsitektur vernakular di Asia. Semua rumah adat Nias terbuat dari kayu yang bergabung bersama tanpa menggunakan paku. Mereka dibangun di atas tiang yang kuat dari batang kayu dan atap sisi dilapisi daun rumbia. Bagian dalam rumah dibagi menjadi ruang publik besar di depan dan kamar pribadi kecil di belakang. Kebanyakan rumah tradisional Nias memiliki ukiran kayu yang rumit di dalam dan di luar rumah. Karena getaran gempa sering terjadi di wilayah ini, masyarakat Nias telah muncul dengan cara yang unik untuk membuat rumah mereka menahan gempa. Semua rumah adat Nias pakai Ndriwa, yaitu penyokong yang dipasang secara diagonal di antara tiang-tiang vertikal di bawah rumah. Ndriwa ini penyokong rumah ke empat arah. Tiang-tiang berdiri di atas lempengan batu bukannya dipancangkan ke dalam tanah. Ini menciptakan struktur yang sangat kuat, namun tetap fleksibel yang bisa menahan gempa bumi yang signifikan. Karena rumah tidak dipancangkan ke tanah, itu sering ditimbang oleh batuan atau pengaturan rumit batang-batang kayu secara tegak miring di bawah rumah. Ini untuk mempertahankan rumah dari bergerak selama badai atau gempa bumi.

Daerah baru, pengalaman baru dan pengetahuan baru. Ternyata, Budaya Nias sangatlah kaya dan aku semakin jatuh hati dengannya. Ada yang unik di Desa Botohilitanö, di tengah terdapat lonceng yang jika aku tidak salah ingat, lonceng akan dibunyikan, untuk mengumpulkan warga 😆


Referensi

Museum Pusaka Nias Website. Arsitektur Nias. https://museum-nias.org/arsitektur-nias/.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!