Belajar Sejarah di Museum Huta Bolon Simanindo
Belajar Sejarah di Museum Huta Bolon Simanindo

Belajar Sejarah di Museum Huta Bolon Simanindo

2017 | Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Museum Huta Bolon Simanindo. Jarak tempuh dari Hotel Carolina menuju museum berkisar tiga puluh menit. Suasana museum terasa sepi dan pohon-pohon rindang menambah kesan teduh 😎 Museum Huta Bolon Simanindo dibuka sejak tahun 1969 dan diresmikan pada tahun 1971. Museum ini adalah warisan Rumah Adat Raja Sidahuruk dan sekarang dikelola oleh Yayasan Bolon Simanindo. Pada kawasan ini terdapat museum atau galeri perkakas peninggalan Budaya Batak, Makam Raja Sidahuruk, solu bolon (perahu yang digunakan Raja Sidahuruk), area pertunjukan Tarian Batak dan ritual mangalahat horbo (pemotongan kerbau), serta replika Perkampungan Batak (rumah-rumah Raja Sidahuruk dan sopo). Kami tiba di museum sekitar pukul 12.00 WIB sehingga tidak dapat melihat pertunjukan Tari Tor-Tor, dan lagi kami satu-satunya wisatawan yang datang. Pertunjukan tersebut diadakan dua kali sehari pada hari Senin-Sabtu pukul 10.30-11.45 WIB dan 11.45-12.10 WIB, sedangkan hari Minggu hanya ada satu kali pertunjukan yaitu pukul 11.45-12.30 WIB.

Pertama, perhatian kami tertuju pada museum yang menampilkan perkakas peninggalan Budaya Batak–seperti pakaian adat, perhiasaan, alat dapur, alat pertanian, alat tenun tradisional, alat musik, seni ukir, dan lain-lain. Yang menjadi fokus utama kami adalah mencermati Silsilah (tarombo) Bangsa Batak. Kami bertiga saling mencari dimana marga masing-masing, dan siapa saja saudara kami, HAHA. Bagiku, yang lahir dan besar di Pulau Jawa tentu menarik mempelajari ini. Supaya tidak ada kesalahan dalam mencari pasangan, Ups! 😁

 

Setelah itu, kami mengelilingi replika Perkampungan Batak. Kami melewati sebuah pintu gerbang yang terbuat dari batu dan diatasnya terdapat kesenian ukir (gorga). Mengutip H, Bonyta (2013) yang menuliskan tentang sejarah Museum Huta Bolon Simanindo bahwa saat Belanda berkuasa di Sumatera Utara, mereka mengangkat seorang raja untuk mengepalai nagari dengan menunjuk Raja Sidahuruk sebagai penguasa. Raja Sidahuruk tinggal di sebuah perkampungan yang disebut huta bolon di Pulau Samosir. Huta bolon adalah sebuah kampung tua–huta berarti kampung tradisional Orang Batak yang dikelilingi benteng tanaman bambu guna menghalangi musuh masuk ke dalam dan hanya mempunyai satu pintu gerbang. Rumah-rumah di dalam huta berbaris di samping kanan dan kiri rumah raja. Rumah raja dinamakan rumah bolon. Di hadapan rumah bolon terdapat lumbung padi yaitu sopo. Pola Perkampungan Tradisional Batak Toba pada umumnya memberikan ciri ekslusif di mana hanya terdapat satu pintu (akses) agar dapat mensortir orang yang masuk dan keluar sehingga terlihat seperti jalan buntu (kuldesak). Biasanya, kampung dikelilingi pagar batu setinggi 2 m yang disebut parik dan rumpun bambu yang ditanam rapat  untuk menghindari serangan musuh dan binatang buas. Pada halaman depan tidak boleh ditanami tumbuhan. Huta adalah suatu kesatuan wilayah berdasarkan hubungan genealogis yang berasal dari suatu nenek moyang.

H, Bonyta (2013) juga menjelaskan bahwa Masyarakat Batak Toba membangun rumahnya dengan orientasi utara-selatan. Jejeran rumah-rumahnya lurus menghadap ke jalan desa dan memiliki orientasi ke arah datangnya angin. Pola penataan rumah ini menunjukkan bahwa Masyarakat Batak Toba memiliki persaingan dalam kehidupan kesehariannya. Tipologi Rumah Tradisional Batak Toba adalah 1) rumah panggung (berkolong); 2) bertangga; dan 3) melambangkan makro kosmos dan mikro kosmos yang terdiri dari Tritunggal Banua, yaitu Banua Atas (atap rumah), Banua Tengah (lantai dan dinding), dan Banua Bawah (kolong). Rumah Adat Batak Toba memiliki ciri khas yaitu bentuk atap yang melengkung dan pada ujung atap sebelah depan terkadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat itu menyerupai kerbau yang melambangkan “kerbau berdiri tegak.” Pada sebuah Kampung Batak Toba masing-masing memiliki dua rumah, yaitu rumah jantan dan rumah betina. Rumah jantan terletak di sebelah utara kampung atau huta yang berfungsi sebagai rumah tinggal disebut Jabu (rumah), sedangkan rumah betina terletak di sebelah selatan kampung atau huta yang berfungsi sebagai tempat musyawarah dan penyimpanan padi atau lumbung padi yang disebut sopo. Pada bangunan jabu, terdapat semacam loteng (mezzanine) yang dicapai dengan tangga. Bagian depan bisa untuk melihat keluar, digunakan untuk pertahanan maupun bermain musik, sementara penarinya berada di halaman rumah. Sedangkan loteng bagian belakang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan barang.

H, Bonyta (2013)  menambahkan bahwa rumah dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta.  Menurut tingkatannya Rumah Batak Toba itu dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu 1) bagian bawah (tombara) yang berfungsi sebagai tempat ternak seperti kerbau, lembu, dan lain-lain; 2) bagian tengah adalah ruangan tempat hunian manusia; dan 3) bagian atas dalah tempat-tempat penyimpanan benda-benda keramat (ugasan homitan). Menurut kepercayaan Masyarakat Batak Toba, warna hitam melambangkan raja yang adil dan bijaksana. Warna merah melambangkan terpeliharanya kemakmuran negeri dan masyarakat. Warna putih sebagai pengisi garis ukir, melambangkan pekerja yang baik. Ketiga warna ini digunakan untuk memberi warna ornamen adat (gorga).

 

Ternyata, seru juga ya belajar sejarah dan arsitektur Huta Bolon Simanindo ini. Kami bertiga pun terkagum-kagum akan bangunan tradisional yang masih kokoh hingga saat ini. Perkembangan jaman, membuat kita melupakan sejarah dan semoga tulisan ini dapat menjadi pengingat betapa kayanya Bangsa Batak 🙂 Apakah kalian siap membaca keseruan kami berikutnya? Nantikan!


Referensi

H, Bonyta R (2013) Pengembangan Museum Huta Bolon Simanindo. Skripsi, Universitas Sumatera Utara. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/38576.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!