2017 | Membaca Pulau Samosir, pasti diantara kalian tidak asing dengan lagu karya Nahum Situmorang–berjudul “Pulo Samosir.” Para orang tua bercerita, lagu ini menggambarkan keindahan Pulau Samosir; segalanya ada, ikan tersedia dan dikelilingi dengan alam yang berlimpah.
Pulau samosir merupakan pulau terbesar di Danau Toba dari empat pulau lainnya. Samosir diambil dari nama penduduk pertama yang mendiami tempat ini. Ada pula yang menyebutkan bahwa nama Samosir berasal dari legenda Ikan Mas di danau Toba. Menurut beberapa sumber sebelumnya Pulau sumatera dan Pulau Samosir tidak terpisah. Pada penjajahan Belanda, penduduk diminta untuk mengeruk tanah di Danau Toba yang memiliki tujuan supaya kapal Belanda dapat mengelilngi Danau Toba. Tano ponggol artinya adalah tanah yang dipatahkan atau dibelah dan menjadi satu-satunya akses darat menuju Pulau Samosir.
Ambarita & Hadi (2019)
Bila mencari lagu ini di YouTube, kalian akan menemukan banyak aransemen dan versi Vicky Sianipar, favoritku; ketuk disini. Saat pagi, sebelum memulai aktivitas aku memutar lagu ini untuk sekedar mengingat keindahan Pulau Samosir. Sedari kecil, aku mendendangkan lagu ini tanpa tahu artinya; hingga hari itu membuatku sibuk mencari di laman Google untuk memahami maknanya. Beberapa orang mempercayai, Samosir adalah tanah terjanji bagi Masyarakat Batak. Aku juga menyertakan lirik lagu Pulo Samosir di bawah ini! Boleh liat versi ku dan teman-teman, disini.
Pulo Samosir do
Haroroanhu Samosir do
Ido asalhu sai tong ingotonhu, Saleleng ngolunghu hupuji ho
Ido asalhu sai tong ingotonhu, Saleleng ngolunghu hupuji ho
Di sido pusokhi Pardengkeanhu haumanghi
Gok di si hassang, nang eme, nang bawang, Rarak do pinahan di dolok i
Gok di si hassang, nang eme, nang bawang, Rarak do pinahan di dolok i.
Reff: Laho pe ahu marhuta sada tung so pola leleng nga mulak ahu
Di parjalangan dang sonang ahu, sai tu Pulo Samosir masihol ahu
Molo marujung ma, muse ngolungku sai ingot ma
Anggo bangkeku disi tanomonmu, Disi udeanku sarihon ma
Anggo bangkeku disi tanomonmu, Disi udeanku sarihon ma
Seharian ini kami akan menjelajahi Pulau Samosir, dengan tujuan terakhir adalah Danau Sidihoni. Pagi hari kami mengelilingi halaman hotel dan sekitarnya. Pemandangan hotel ini begitu meneduhkan hati; bagiku. Alam yang (mungkin) tidak bisa aku temui di Surabaya. Halaman hotel berbukit-bukit, pohon besar menjulang tinggi hingga akar pun terlihat, dan arsitektur bangunan hotel yang menyerupai rumah-rumah batak menghiasi 😊 Kami juga mengunjungi Gedung Kesenian Tuk Tuk, sekedar melihat-lihat karena letaknya tidak jauh dari hotel. Gedung ini dikenal sebagai tempat untuk menampilkan dan memperkenalkan kesenian Batak (seperti pertunjukan musik, nyanyi, dan tarian). Setelah puas, kami mencari persewaan sepeda motor untuk berkeliling Pulau Samosir. Tarifnya lumayan mahal, Rp 100.000,-/24 jam, tapi perlu diingat–daripada jalan kaki kemana-mana (karena lumayan jauh jaraknya). Kami kembali ke hotel, mengemas barang dan siap berangkat untuk menjelajah!
Oya, banyak orang mengomentari mengapa aku dan Kak Nia bergantian menggunakan pakaian, HAHA. Tips perjalanan panjang adalah membawa pakaian secukupnya, supaya tidak membebani diri. Karena kami tahu akan lebih mudah membawa tas ransel saat berpindah-pindah tempat daripada membawa koper dan sudah diprediksi kami harus mencuci baju. Itu mengapa, terkadang saat aku bosan dengan pakaianku– aku meminjam pakaian Kak Nia dan begitupun sebaliknya.
Referensi
Ambarita, J & Hadi, W (2019) Toponimi Kedanauan di Pulau Samosir. Jurnal SASINDO 8 (2).